Urban Farming Bandung. Semenjak Pemerintah Kota Bandung menggenjot program Urban Farming (Pertanian Perkotaan) di awal tahun ini, kegiatan berkebun kini mulai menjadi tren di beberapa tempat di Kota Bandung salah satunya Sekolah Alam Bandung, Bukit Dago Utara, Kota Bandung.
Lahan seluas 10 x 4 meter disulap menjadi kebun mini yang dipenuhi beragam tanaman hortikultura, di antaranya kacang panjang, kangkung, pakcoy, dan mentimun.
“Sayur-sayuran dipilih karena mudah dirawat, cepat panennya, dan hasilnya bisa dinikmati sendiri,” ujar Arief Rakhman salah satu penggiat komunitas Urban Farming Bandung Berkebun.
Bandung Berkebun adalah komunitas yang mendukung aktivitas Urban Farming di Bandung dan menggunakan sayuran sebagai jenis tanaman utamanya. Untuk menggalakkan Urban Creative Farming sebagai gaya hidup masyarakat perkotaan, komunitas ini menggelar berbagai acara edukasi bagaimana cara berkebun yang baik dan menyenangkan.
Kebun yang diciptakan di Sekolah Alam Bandung adalah bagian dari program Bandung Berkebun untuk mengedukasi masyarakat mengenai dasar-dasar berkebun. Sayur-sayuran yang ditanam di sana tumbuh dengan cepat.
“Baru tiga minggu yang lalu ditanam dan sekarang sudah besar, mungkin dua minggu lagi sudah siap panen,” ungkap Arief.
Arief mengatakan kocek yang dikeluarkan untuk memulai kegiatan berkebun ini tidaklah mahal. Seseorang hanya perlu mengeluarkan uang Rp 12.000 untuk satu kantung bibit dan Rp 10.000 untuk pupuk organik plus pembuatan pestisida organik dari tumbuh-tumbuhan.
“Kalau ditotal, tidak akan lebih dari Rp 50.000 kok, untuk bermacam jenis sayuran” jelas Arief.
Meskipun urban farming disambut baik, tak sedikit juga yang berpendapat bahwa sayuran yang ditanam di pinggir jalan itu tidak layak makan. Arief mengungkapkan bahwa ia dan warga sekitar Stadion Siliwangi pernah menanam sayuran di sana. Ada beberapa anggota yang berpikir bahwa sayuran yang ditanam di pinggir jalan itu kurang layak makan karena sudah terkena polusi asap kendaraan. Namun, hal itu masih dikaji lebih dalam lagi oleh orang-orang di bagian riset Bandung Berkebun.
Meski berbagai opini muncul menyelimuti kegiatan urban farming, Arief tetap optimistis usaha yang dilakukannya bersama orang-orang yang berkebun bersamanya akan membuahkan hasil.
“Yang utama dari kegiatan ini, selain berhasil memanfaatkan lahan kosong menjadi produktif, orang-orang akan menyebarkan kegiatan Urban Farming dari mulut ke mulut. Ketika tanaman yang mereka tanam tumbuh dan berhasil, akan menciptakan perasaan puas dan ketagihan,” harap Arief.
Dia pun berharap, agar Pemerintah Kota Bandung menyediakan lebih banyak lahan terbuka sebagai fasilitas bagi para msyarakat yang ingin terlibat dalam menyemarakan program Urban Farming.
“Jika lahan kosong di Bandung makin banyak, pegiat Urban Farming juga akan semakin banyak karena tidak bakalan bingung lagi mikirin lahan,” pungkasnya. (Bisnis.Com)